Langsa Serba Gratis: Mimpi Indah di Tengah Anggaran Luka dan Dewan Terkunci

Ilustrasi Walikota Langsa Juara. Foto: Sipnews.id

SIPNEWS.ID, Langsa — Tak butuh waktu lama sejak dilantik, Jeffry Sentana melambungkan sebuah mimpi besar: Langsa Juara, Langsa Serba Gratis.

Mulai dari seragam gratis untuk 17.527 siswa SD/SMP negeri, hingga rencana nikah gratis bagi pasangan muda Langsa.

Bacaan Lainnya
Wali Kota dan Wakil Wali Kota Langsa Jeffry Sentana S Putra SE dan Muhammad Haikal Alfisyahrin ST, periode 2025-2030. Foto: NET

Sebuah visi populis yang berani, menyentuh akar kehidupan rakyat. Tapi, seperti biasa, mimpi besar di tanah ini selalu beradu nasib dengan kenyataan anggaran yang bengkak, dewan yang bercabang, dan warisan birokrasi yang kadaluarsa.

Di tengah harapan, Kota Langsa malah menghadapi badai fiskal. APBK 2025 yang seharusnya menjadi motor penggerak janji politik, justru tak kunjung disahkan.

Penyebabnya tak lain: parlemen kota macet karena rebutan kursi alat kelengkapan dewan (AKD).

Saling sabotase antara kelompok pro dan anti Ketua DPRK membuat seluruh proses legislasi lumpuh. Tatib Dewan tak berfungsi, APBK mandek, dan gaji para pejabat—termasuk Walikota sendiri—terancam tak cair.

Walikota Jeffry mungkin pemimpin dengan niat tulus. Tapi niat saja tak cukup di tengah kelumpuhan fiskal.

Dalam kondisi ideal, nikah gratis adalah langkah cerdas yang menyentuh akar persoalan sosial: banyak pasangan muda tak sanggup menanggung biaya pernikahan dan administrasi legal.

Tapi ketika belanja wajib operasional saja mengandalkan sisa lebih pembiayaan (SiLPA) masa lalu, maka janji nikah gratis bisa terdengar seperti puisi di tengah badai kelaparan.

Tahun 2023 saja, Pemko Langsa mencatat defisit riil Rp30,5 miliar. Ini artinya, belanja lebih besar daripada pendapatan aktual kas.

Tahun 2024 disusun seimbang, tapi implementasinya belum jelas karena DPRK justru sibuk berkubu-kubu.

Pada titik ini, ambisi ‘Langsa Serba Gratis’ bergantung pada satu hal yang ironis: kesadaran politik para elite DPRK untuk bekerja, bukan hanya berpolitik.

Koalisi Langsa Juara tak bisa terus bergantung pada anggaran formal yang belum bergerak. Maka ada tiga strategi darurat yang bisa (dan harus) dimainkan Jeffry:

1. Kebijakan Parsial dan Bertahap
Program gratis harus dipecah menjadi tahapan prioritas.

Mulai dari sektor pendidikan dan kesehatan dasar dulu, sambil mematangkan roadmap anggaran alternatif melalui CSR, kemitraan swasta, dan kolaborasi lembaga sosial.

2. Mobilisasi Koperasi & Ekonomi Alternatif
Lewat program Koperasi Merah Putih Motor, Pemko Langsa bisa menciptakan aliran ekonomi rakyat yang mandiri dan bisa menyokong pembiayaan mikro kegiatan sosial.

3. Desak Intervensi Pemerintah Provinsi & Pusat
Jika DPRK terus stagnan, jalan tengah berupa dekonsentrasi atau pendampingan legislatif dari Pemprov Aceh bisa jadi kunci penyelamat.

Pemerintah pusat harus diberi tahu bahwa DPRK Langsa hari ini tak ubahnya seperti mesin tua tanpa oli: berisik, panas, tapi tak bergerak.

Hari ini, publik Langsa tak butuh lagi pidato. Mereka ingin kejelasan: apakah Dewan bersedia bekerja?

Apakah Walikota siap menggempur status quo? Jika tidak, maka seluruh mimpi serba gratis akan jadi poster kusam di balai kota.

Wajah pemerintahan Langsa hanya akan dikenal lewat kegagalan menyatukan visi dan realita.

Dan ketika anak-anak sekolah masih menunggu seragam, pasangan muda menunggu kejelasan nikah gratis, dan petani menanti air sawah, di Gedung DPRK justru yang terjadi adalah perebutan stempel dan sekat fraksi.

Koalisi Langsa Juara harus membuktikan bahwa “gratis” bukan sekadar jargon politik murahan.

Butuh kejelasan program, strategi fiskal kreatif, dan kemampuan menaklukkan birokrasi Dewan yang beku.

Jika tidak, sejarah hanya akan mencatat Langsa Serba Gratis sebagai utopia lima tahun sekali.

Pos terkait