Barang Bukti Dibawa Kabur, Nama Adik Ipar Jokowi Disebut

Gambar Gravatar

Jakarta, SIPnews.net–Barang Bukti itu wajib dijaga dan ditemukan bila aparat penegak hukum ingin menghukum penjahat. Namun kali ini aneh, KPK gagal dapat Barang Bukti saat menggrebek sasaran, dan Barang Bukti pun dibawa kabur pakai truk. Sebelumnya, nama adik ipar Jokowi pun diseret dalam persidangan kasus pajak.

Bagaimana kisah sebenarnya, mari kita baca kisah lengkap di bawah ini:

Bacaan Lainnya

Dikutip dari Detik.com.Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) membenarkan bahwa barang bukti terkait penyidikan dugaan suap terkait pajak pada Direktorat Jenderal (Ditjen) Pajak Kementerian Keuangan (Kemenkeu), dibawa kabur.

Hal itu didapati usai tim penyidik KPK melakukan penggeledahan di kantor PT Jhonlin Baratama dan sebuah lokasi di kecamatan Hampang, Kabupaten Kotabaru, Kalimantan Selatan pada Jumat, 9 April 2021.

“Berdasarkan informasi yang kami terima, benar Tim Penyidik KPK pernah mendapatkan informasi dari masyarakat adanya mobil truk di sebuah lokasi di Hampang, Kabupaten Kota Baru Kalsel yang diduga menyimpan berbagai dokumen, terkait perkara yang sedang dilakukan penyidikan tersebut,” ujar Pelaksana tugas (Plt) juru bicara KPK Ali Fikri dalam keterangannya, Senin, 12 April 2021.

“Namun setelah tim penyidik KPK mendatangi lokasi, truk tersebut sudah berpindah tempat dan saat ini kami sedang melakukan pencarian,” tambah Ali.

KPK pun berharap kepada semua pihak yang diduga terlibat membawa kabur barang bukti untuk segera menyerahkan diri. Dia juga mengharapkan partisipasi masyarakat untuk segera melaporkan kepada KPK melalui call center 198 atau melalui email informasi@kpk.go.id, apabila melihat dan menemukan keberadaan mobil truk tersebut.

“Kami ingatkan kembali kepada pihak tertentu yang terkait dengan perkara ini tentang ketentuan Pasal 21 UU Tipikor yang telah dengan tegas memberikan sanksi hukum, bagi pihak-pihak yang diduga dengan sengaja mencegah, merintangi atau menggagalkan proses penyidikan yang sedang berlangsung,” tegas Ali.

Sebelumnya, tim penyidik KPK pada Jumat (9/4)  melakukan penggeledahan di 2 lokasi yakni kantor PT Jhonlin Baratama dan sebuah lokasi di Hampang, Kotabaru, Kalsel.

Tim penyidik tidak menemukan barang bukti dalam penggeledahan tersebut. KPK mensinyalir barang bukti dihilangkan.

Diketahui, Wakil Ketua KPK Alexander Marwata membenarkan bahwa pihaknya tengah melakukan penyidikan adanya dugaan tindak pidana korupsi berupa suap terkait pajak pada Direktorat Jenderal (Ditjen) Pajak Kementerian Keuangan (Kemenkeu).

Alex menegaskan, para tersangka bakal diekspose jika tim penyidik sudah memiliki bukti-bukti yang cukup. Maka, dia meminta kepada semua pihak untuk menghargai proses yang sedang dikerjakan tim penyidik.

Alex mengungkapkan, motif kasus suap pajak itu mengenai penanganan dan pemeriksaan pajak. Dicontohkan, sebuah perusahaan harus menyuap pejabat pajak agar pajaknya direndahkan. Bahkan, total suap pajak yang diberikan bernilai puluhan miliar Rupiah lebih.

“Nilai suapnya besar juga puluhan miliar juga,” ujar Wakil Ketua KPK Alexander Marwata kepada wartawan, Selasa 2 Maret 2021 lalu.

Tidak hanya itu, KPK juga telah mengirimkan surat kepada Ditjen Imigrasi untuk melakukan pelarangan ke luar negeri terhadap beberapa pihak terkait perkara ini. Pencegahan ke luar negeri tersebut tentu dalam rangka kepentingan kelancaran proses penyidikan.

Nama Adik Ipar Jokowi Disebut

Sebelumnya, kasus pajak juga sempat heboh. Apalagi disebut ada peran Dirjen Pajak dan Adik Ipar Jokowi dalam persidangan.

Peran adik ipar Jokowi dan Dirjen Pajak dibacakan dalam pertimbangan hakim memvonis Handang dengan hukuman 10 tahun penjara, lebih rendah dari tuntutan jaksa selama 15 tahun.

Majelis hakim Pengadilan Tindak Pidana Korupsi menyebut peran serta adik ipar Presiden Joko Widodo, Arief Budi Sulistyo, dan Direktur Jenderal Pajak Kementerian Keuangan, Ken Dwijugiasteadi, dalam putusan vonis terhadap terdakwa kasus gratifikasi pajak mantan Kasubdit Bukti Permulaan Direktorat Penegakan Hukum Ditjen Pajak Handang Soekarno.

Hakim menyebutkan Arief meminta dipertemukan dengan Ken di Lantai 5 Kantor Pusat Ditjen Pajak pada 22 September 2016. Permintaan itu disampaikan kepada Kepala Kantor DJP Jakarta Khusus Muhammad Haniv.

“Menimbang bahwa tanggal 22 September 2016 Mohammad Haniv bertemu dengan Handang Soekarno menyampaikan ada keinginan dari Arief Budi Sulistyo untuk bisa dipertemukan dengan Dirjen Pajak dan pada tanggal 23 september dipertemukan oleh Handang Soekarno di lantai 5 Gedung Ditjen Pajak,” ujar hakim anggota John Halasan Butarbutar di Pengadilan Tipikor, Jakarta, Senin (24/7).

Kemudian, hakim memaparkan Arief pada 23 oktober 2016 menelepon Direktur PT EK Prima Ekspor Indonesia (EKP) Ramapanicker Rajamohannan Nair mempertanyakan tentang perkembangan tax amnesty PT EKP.

Ketika itu, PT EKP tak bisa mengikuti tax amnesty karena memiliki beberapa permasalahan pajak, seperti tunggakan pajak senilai Rp 78 miliar dengan rincian Rp 52,3 miliar untuk pajak 2014 dan Rp 26,4 miliar untuk pajak 2015.

Ramapanicker menjawabnya dengan menyampaikan masih menunggu informasi dari Haniv. Ramapanicker kemudian mengirimkan dokumen permasalahan pajak PT EKP kepada Arief melalui Whatsapp dan diteruskan kepada Handang. Arief ketika itu menyampaikan pesan “Apapun keputusan Dirjen, mudah-mudahan terbaik buat Mohan, Pak. Suwun.”

“Menimbang, atas permintaan tersebut Handang menyanggupi dan menyatakan ‘Siap bapak, besok pagi saya menghadap beliau, bapak. Segera saya kabari, bapak,’” kata John.

Hakim kembali menyebut nama Ken ketika pada 4 Oktober 2016 memerintahkan Kepala Kantor Pelayanan Pajak Penanaman Modal Asing (KPP PMA) Enam Kalibata, Johnny Sirait membatalkan surat pencabutan pengukuhan Pengusaha Kena Pajak (PKP) PT EK Prima Ekspor Indonesia (EKP). Perintah itu disampaikan Ken melalui Kepala Kantor DJP Jakarta Khusus Muhammad Haniv.

PT EKP sebelumnya diduga tidak menggunakan PKP sesuai ketentuan, sehingga ada indikasi restitusi pajak periode Januari 2012 – Desember 2014 sebesar Rp 3,5 miliar. Permohonan restitusi PT EKP ditolak karena PT EKP memiliki tunggakan pajak sebesar Rp 78 miliar.

“Kemudian atas saran Muhammad Haniv, PT EKP pada 5 Oktober 2016 mengirimkan surat kepada KPP PMA 6 untuk membatalkan pencabutan pengukuhan PKP. Atas surat tersebut, KPP PMA 6 mengeluarkan surat pencabutan PKP PT EKP,” kata hakim anggota Anwar di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi Jakarta.

Peran Arief dan Ken dibacakan dalam pertimbangan hakim memvonis Handang dengan hukuman 10 tahun penjara, lebih rendah dari tuntutan jaksa selama 15 tahun. Majelis hakim juga mewajibkan Handang membayar denda Rp 500 juta subsidair 4 bulan kurungan.

“Menyatakan saudara Handang Soekarno secara sah dan meyakinkan bersalah melakukan tindak pidana korupsi,” ujar Hakim Ketua Franky Tambuwun.

Majelis hakim menilai Handang terbukti menerima suap dari Ramapanicker senilai US$ 148.500 atau sekitar Rp 1,9 miliar. Uang itu merupakan sepertiga dari komitmen yang dijanjikan Rajamohanan senilai Rp 6 miliar. Suap itu diberikan agar terdakwa membantu menyelesaikan permasalahan pajak yang dihadapi PT EK Prima Ekspor Indonesia.

Sebelumnya, Ken saat menjadi saksi pada Senin (13/3) mengatakan mengenal dan pernah didatangi Arif sebagai seorang pengusaha di kantor pusat Direktorat Jenderal Pajak.

Ken menyatakan, kedatangan Arif tersebut bertujuan meminta keterangan terkait program pengampunan pajak (tax amnesty). Namun, mereka sama sekali tidak membahas masalah tunggakan pajak yang membelit PT EK Prima Ekspor Indonesia (EKP).

“Kenal saat dia datang ke ruangan saya, tapi tidak bicarakan masalah ini. Dia bicarakan masalah tax amnesty.”
(Baca: Di Sidang Kasus Pajak, Ken Ungkap Pertemuan dengan Ipar Jokowi).

Satu pekan kemudian setelah Ken menjadi saksi, Arief memberikan kesaksian dalam sidang pada Senin, (20/3). Arif mengatakan pernah dibantu Handang — yang dikenalnya lewat Ken– dalam pengurusan tax amnesty (pengampunan pajak) perusahaannya, PT Rakabu Sejahtera.

Berdasarkan pengalaman itulah, Arif berinisiatif membantu Rajamohanan yang menceritakan permasalahannya dalam mengikuti proses pengampunan pajak. Arif meminta Rajamohanan mengirimkan dokumen perusahaan PT EKP via aplikasi Whatsapp yang diteruskan ke Handang.

“Setelah itu saya tidak pernah dapat informasi lagi (tentang dokumen Rajamohanan),” kata Arif saat memberikan kesaksian. (Detik/Tempo/katadata/Red)

 

 

 

Pos terkait