Silpa APBA 2021 Diprediksi Rp5-6 Triliun, Nova Dinilai Tidak serius mengurus Aceh
Banda Aceh, SIPNEWS.ID – Realisasi penggunaan Anggaran Pendapatan Belanja Aceh (APBA) 2021, per 4 November baru mencapai 56,9 persen dari pagu Rp16,4 triliun lebih.
Itu diketahui dari situs Pelaksnaan Pengendalian Kegiatan (P2K) APBA.ACEHPROV.GO.ID, Sabtu (6/11/2021).
Keterlambatan daya serap anggaran tahun ini, merupakan yang terparah sejak Pemerintah Aceh menerima dana Otonumi Khusus (Otsus) dari Pemerintah Pusat.
Bisa jadi, banyak program-program Pemerintah Aceh tidak berjalan sebagaimana yang direncanakan, atau mekanisme manajemen kepemimpinan dan keseriusan pemerintah menjadi indikator kuat rendahnya daya serap APBA 2021.
Akademisi Universitas Muhammadiyah Aceh (Unmuha), Dr. Taufik Abdul Rahim menilai. Masih rendahnya realisai anggaran tahun 2021, dikarenakan kesalahan mekanisme menajemen pemimpin Aceh.
“Mereka tidak melakukan pekerjaan dengan maksimal, apalagi kalau dikait-kaitkan dengan proyek-proyek APBA dan Otsus, sekarang banyak dipermainkan oleh mafia-mafia,” , Sabtu (6/11).
Peran mafia proyek yang tidak mampu mereka hadapi. “Mafia proyek ini sudah dipelihara oleh Pemerintah Aceh dalam rangka memanfaatkan dan memperoleh fee,” duga dia.
Terjadi rendahnya realisasi anggaran kata dia, karena memang mereka tidak bekerja secara maksimal dan serius dalam mengurus Aceh.
“Itu yang selama ini kita lihat bahwa kompetensi kepemimpinan Aceh yang sangat diragukan, dia hanya menggantikan pemerintah sebelumnya yang terjerat masalah hukum. Tetapi kapasitas dia untuk menjalankan pemerintah secara etika govermant tidak tercapai karena dia memang tidak mampu mengurus menajemen pemerintahan,” ucapnya.
Selain itu kata Taufik, ada masalah kepentingan ekonomi politik atau kapitalisasi politik yang tidak dibendung.
“Karena bukan hanya pemerintah saja yang bermain dalam ini legislatif, birokrasi, kepala SKPA juga bermain. Mereka memanfaatkan APBA sehigga realisasinya tidak maksimal,” jelas Taufik.
Taufik mengatakan, rendahnya realisasi anggaran berpengaruh terhadap perekonomian masyarakat secara makro, pertumbuhan ekonomi Aceh tetap rendah, selanjutnya pembangunan yang diharapkan bisa memacu stimulus aktifitas ekonomi sektor rill seperti perikanan, pertanian, perkebunan, peternakan dan lain sebagainya, kini terbengkalai.
Ia memprediksikan akhir tahun ini perekonomian Aceh akan hot ekonomi. Kontraksinya akan sangat tampak dan pertumbuhan ekonomi tidak seperti yang diharapkan.
“Apalagi kalau ditargetkan pertumbuhan ekonomi 5-6 persen, itu sangat tidak tercapai sama sekali. Karena tahun-tahun sebelumnya dengam alasan Covid secara nasional cuma tumbuh 4.8 persen, sementara Aceh cuma 3,1 persen, jadi kalau nanti dianggap inflasi rendah sah-sah saja karena memang masyarakat tidak pegang uang,” ungkap Taufik.
Dengan sisa waktu lebih kurang 55 hari lagi, akademisi Univesitas Muhammadiyah Aceh ini memprediksi bahwa sisa lebih pembiayaan (Silpa) tahun 2021 akan lebih besar dari tahun sebelumnya.
Misal, tahun 2020 Pemerintah Aceh menyisakan anggaran Rp 3,9 triliun lebih, maka tahun 2021 diperkiran Silpa masih tingggi.
“Saya pikir Silpa anggaran tahun ini masih tinggi karena masih banyak proyek baik fisik maupun pengadaan belum ditender, mungki sekitar Rp 5 sampai 6 triliun,” ujarnya.
Selama ini jelas Taufik, Pemerintah Aceh banyak menghabiskan belanja anggaran ke birokrasi bukan kepada sektor rill atau perbaikan proyek-proyek ekonomi yang menyentuh ke masyarakat. “Hampir 70 persen belanja publik yang dipergunakan adalah belanja birokrasi dari APBA,” pungkasnya.(Sumber :Modusaceh.co)