SipNews, ACEH – Aksi Damai Gerakan Ibu Mencari Keadilan berlangsung aman dan kondusif, Kamis (23/12/21), di depan Gedung DPRA, Banda Aceh. Gerakan yang diinisiasi oleh perempuan-perempuan Aceh yang peduli akan perlindungan terhadap perempuan dan anak di Aceh.
Aceh saat ini dalam kondisi darurat kekerasan seksual, hal ini diperkuat dengan banyaknya pemberitaan di media massa tentang pelecehan seksual yang terjadi di Aceh. Berdasarkan data dari Unit Pelaksanaan Teknis Daerah Perlindungan Perempuan dan Anak (UPTD PPA) Aceh mencatat kasus kekerasan seksual terhadap perempuan terhitung Januari hingga September 2021 mencapai 697 kasus.
Kepada awak media, Destika Gilang Lestari menyatakan bahwa masih banyak lagi kasus-kasus kekerasan seksual terjadi di masyarakat yang tidak dilaporkan kepada aparat penegak hukum karena dianggap aib keluarga. “Masih banyak kasus-kasus yang belum terungkap,” ujarnya.
Selain itu, yang paling disesalkan dan membuat kecewa adalah ada beberapa keputusan Mahkamah Syariah yang memutuskan pelaku bebas dari jeratan hukum. “Hal ini mencoreng rasa kepercayaan masyarakat kepada lembaga peradilan tersebut,” ungkapnya.
Kasus pemerkosaan terhadap anak yang baru saja terjadi di Nagan Raya adalah sebuah contoh nyata bahwa kegagalan Pemerintah Aceh dalam memberikan perlindungan dan rasa aman bagi perempuan dan anak di Aceh. Oleh karena itu, dalam orasinya, Destika Gilang Lestari bersama Gerakan Ibu Mencari Keadilan meminta kepada Pemerintah Aceh dan DPR Aceh diantaranya sebagai berikut:
1. Cabut dua Jarimah Pemerkosaan dan Jarimah Pelecehan Seksual dari Qanun Hukum Jinayah karena tidak memenuhi rasa keadilan bagi korban.
2. Pemerintah Aceh dan DPR Aceh wajib memberikan perlindungan dan pemulihan bagi korban sesuai dengan amanat UU PA pasal 231 tentang tanggungjawab pemerintah dalam perlindungan perempuan dan anak di Aceh.
3. Pemerintah Aceh harus membuat mekanisme perlindungan terpadu dari Gampong sampai Provinsi dalam pencegahan kekerasan seksual di Aceh.
4. Pemerintah Aceh dan DPD Aceh wajib mengalokasikan anggaran untuk penanganan kasus-kasus kekerasan seksual dan pemulihan bagi korban kekerasan seksual di Aceh.
5. Meminta Komisi Yudisial dan Bamus Mahkamah Agung untuk mengevaluasi aparat penegak hukum yang berulang kali membebaskan pelaku kekerasan seksual.
Sementara Wakil Ketua DPR Aceh, Hendra Budian, yang menemui Gerakan Ibu Mencari Keadilan mengatakan DPR Aceh akan segera menyurati Pemerintah Aceh dan menetapkan bahwa Provinsi Aceh dalam keadaan Darurat Kekerasan Seksual. “Semoga setelah dilakukan evaluasi, maka akan ada solusi untuk penanganan kasus-kasus kekerasan seksual dan memberi perlindungan serta pemulihan bagi korbannya,” tegasnya.
Dalam aksi damai tersebut dihadiri 38 Lembaga dan satu personal yaitu Koalisi Inklusi Demres, Koalisi Anak Muda Demres, GeRAK Aceh, Komite Pemantau PBJ Banda Aceh, SAKA, AWPF, Forum Jurnalis Warga Banda Aceh, SP Aceh, Aliansi Inong Aceh, Bale Inong Kota Banda Aceh, Koalisi Perempuan Indonesia, KAPHA Aceh, Komunitas ReQan, Cahaya Setara Indonesia, Yayasan Anak Bangsa, PASKA, IMM Banda Aceh, Flower Aceh, Balai Syura Ureung Inong Aceh, PKBI Aceh,PRG, CYDC, Kohati Banda Aceh, Balai Syura Kota Langsa, LABPSA, Generasi Seulanga,YBJ, YMKA, RPuK, KPI Cabang Banda Aceh, Katahati, KPAB, Pulih Aceh, SeIA, YPIA, FDM, LBH Apik Aceh, PW Fatayat NU dan Ruwaida. [NJK]