Pentingnya Pendidikan Entrepreneurship dalam Pembelajaran di Sekolah

Gambar Gravatar

Perkembangan zaman yang kian menantang mengakibatkan banyaknya pengangguran, kemiskinan, serta besarnya jumlah penduduk Indonesia yang tak diiringi kualitas sumber daya manusia, dan persaingan tenaga kerja ataupun ekonomi dari internasional. Sehingga pendidikan harus berperan aktif dalam menyiapkan sumber daya manusia dalam menghadapi tantangan zaman.

Bacaan Lainnya

Pendidikan perlu menyiapkan generasi yang berjiwa tangguh, terampil serta kompeten, karena generasi masa depan tak hanya mencari atau menunggu pekerjaan namun dapat menciptakan lapangan kerja. Salah satunya ialah pendidikan yang berorientasi pada jiwa entrepreneurship (kewirausahaan). Pendidikan entrepreneurship ditanamkan sejak dini untuk melatih jiwa kewirausaha mereka, seperti pendidikan entrepreneurship di tinggkat SD/MI. Menanamkan jiwa entrepreneurship pada anak usia SD/MI, perlu mengetahui karakteristik anak usia pendidikan dasar agar dapat menyesuaikan kegiatan apa saja yang cocok untuk anak usia SD/MI ini.

Karakteristik anak usia SD/MI secara umum ialah anak senang bermain, senang bergerak dan senang melakukan sesuatu secara langsung serta senang bekerja dalam kelompok, dengan demikian ketika di lingkungan sekolah, seorang pendidik harus memperhatikan kegiatan apa yang cocok untuk menanamkan jiwa entrepreneurship untuk peserta didik.

Sekolah sebagai lembaga formal wajib membimbing, mengarahkan dan menanamkan pada siswa mengenai karakter entrepreneurship yang baik seperti mandiri, kreatif serta mampu memecahkan masalah, tidak mudah putus asa, mampu mengelola uang dan dapat berinteraksi dengan orang lain. Sehingga dalam mempertimbangkan karakteristik tersebut perlu melatih jiwa entrepreneurship di pendidikan tingkat SD/MI ataupun melakukan inovasi dalam pembelajaran yang dapat mengarahkan peserta didik.

Dari hasil wawancara, SD/MI yang telah menerapkan pendidikan entrepreneurship dalam pembelajaran diterapkan pada kelas tinggi (kelas 4, 5, dan 6), sehingga respon peserta didiknya sangat antusias dan bersemangat dalam pembelajaran entrepreneurship karena tujuannya untuk menumbuhkan jiwa wirausaha pada mereka sejak dini dan mencetak lulusan dengan jiwa entrepreneurship kuat dan keberanian untuk membuka usaha tercapai.

Namun kebijakan pendidikan di Indonesia belum mengajarkan pendidikan entrepreneurship secara optimal, padahal pendidikan entrepreneurship sangat diperlukan untuk mendukung pertumbuhan ekonomi. Pendidikan entrepreneurship sudah waktunya mendapatkan perlakuan serta dukungan mulai dari fasilitas. Sekolah juga perlu menyiapkan strategi agar ketercapaian entrepreneurship sesuai dengan harapan pendidik ataupun peserta didik. Pendidikan entrepreneurship berperan penting sebagai wujud nyata dalam menumbuhkan jiwa berwirausaha. Jiwa kewirausahaan di antaranya menumbuhkan sikap-sikap yang kreatif, inovatif, dan sportif.

Entrepreneurship dalam pendidikan ialah kerja keras terus-menerus yang dilakukan pihak sekolah terutama kepala sekolah dalam menjadikan sekolahnya lebih bermutu. Sekolah sebagai ujung tombak dari output lulusan pendidikan, tentu ingin outcomes nya siswa yang mandiri yaitu bisa menghadapi tantangan dunia yang begitu cepat berubah dan memecahkan masalah yang terjadi dalam kehidupannya dengan baik.

Hal ini tidak hanya pengetahuan yang bersifat kognitif saja melainkan ranah afektif. Jiwa entrepreneurship merupakan bagian dari ranah afektif perlu ditanamkan pada siswa sejak dini. Seorang individu harus berani mengembangkan usaha dan ide barunya untuk memperbaiki kualitas hidup yang diintergrasikan dalam pendidikan entrepreneurship di sekolah. Guru dan kepala sekolah harus mampu mengintegrasikan pembelajaran afektif (pendidikan kewirausahaan) dalam pembelajaran kognitif dengan berbagai pendekatan dan metode mengajar.

Menurut M. Scarborough & Thomas W. Zimmerer (2005) mengemukakan karakteristik pendidikan entrepreneurship sebagai berikut:

  1. Desire for responsibility yaitu memiliki rasa tanggung jawab atas usaha-usaha yang dilakukannya dan selalu mawas diri.
  2. Preference for moderate risk yaitu lebih memilih resiko yang moderat, artinya ia selalu akan menghindari resiko baik yang terlalu rendah maupun yang terlalu tinggi.
  3. Confidence in their ability to success yaitu percaya akan kemampuan dirinya untuk berhasil.
  4. Desire for immediate feedback yaitu selalu menghendaki umpan balik.
  5. High level of energy yaitu memiliki semangat dan kerja keras untuk mewujudkan keinginannya demi masa depan yang lebih baik
  6. Future orientation yaitu berorientasi kemasa depan, perspektif dan berwawasan jauh ke depan.
  7. Skill at organizing yaitu memiliki keterampilan dalam mengorganisasikan sumberdaya untuk menciptakan nilai tambah.
  8. Value of achievement over money yaitu lebih menghargai prestasi daripada uang.

Oleh karena itu, penanaman entrepreneurship dilakukan secara bertahap dengan memfokuskan pada karakteristik serta nilai pokok yaitu mandiri, kreatif, kepemimpinan, orientasi pada tindakan dan kerja keras. Nilai entrepreneurship dapat dilihat dari sifat dan perilaku individu, yang muncul dalam bentuk perilaku.

Tujuan entrepreneurship hendaknya dapat memberikan bekal kepada peserta didik melalui tiga dimensi, yaitu aspek production technical skill, managerial skill, dan personality development skill dalam kemampuan bekerjasama dan tertanamnya pola pikir wirausaha serta menanamkan sikap dan semangat kemandirian peserta didik. Kemudian entrepreneurship memiliki tiga hal penting yaitu kesempatan berkreasi (opportunity creation), pembaharuan daya cipta (creativity innovation), dan perhitungan resiko yang diambil (calculated risk talking).

 

Penulis: Prasita Puspita Sari Mahasiswa PGSD Universitas Muhammadiyah Purworejo

 

Pos terkait