KPK : 86 Persen Koruptor yang Ditangkap Alumni Perguruan Tinggi
Jakarta, SIPNEWS.ID – Wakil Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Nurul Ghufron menyebutkan sebanyak 86 persen koruptor yang ditangkap lembaga antirasuah itu berasal dari alumni perguruan tinggi, bahkan di atas S-1.
“Ada data yang menunjukkan 86 persen koruptor yang ditangkap KPK adalah lulusan perguruan tinggi, tentu itu ironis sekali,” kata Nurul Ghufron dalam kuliah umum yang digelar luring terbatas dan daring di Universitas Jember, Jawa Timur, Jumat (22/10).
Oleh karena itu, Nurul menegaskan kembali pentingnya menjaga integritas dan muruah dunia pendidikan, termasuk kampus sebagai lembaga yang mencetak intelektual. Ia mengatakan jika dunia pendidikan gagal mencetak lulusan yang berintegritas, potensi tindak pidana korupsi akan terus muncul.
Untuk membentuk jiwa integritas tersebut, dapat dicapai dengan tiga langkah, yakni memperbaiki tata nilai, tata kelola, dan tata kesejahteraan.
“Pada sisi tata nilai, dunia pendidikan sangat berperan. Nilai-nilai kejujuran harus diajarkan sedari dini kepada anak didik,” ucap mantan Dekan Fakultas Hukum Unej itu.
Dia menerangkan sejak 2004 hingga 2021 ini sudah ada 739 kasus penyuapan yang ditangani KPK. Kasus penyuapan itu, sambungnya, adalah yang terbanyak ditangani lembaganya.
“Berdasarkan data 2004 hingga Mei 2021 tercatat sebanyak 739 kasus penyuapan yang ditangani KPK, kemudian terbanyak kedua yakni pengadaan barang dan jasa sebanyak 236 perkara,” katanya.
Sedangkan penyalahgunaan anggaran sebanyak 50 perkara, tindak pidana pencucian uang (TPPU) sebanyak 38 perkara, pungutan sebanyak 26 perkara, perizinan sebanyak 23 perkara, dan 10 perkara merintangi proses KPK.
“Sedangkan berdasarkan profesi tercatat terbanyak dari pihak swasta atau pelaku usaha yang melakukan tindak pidana korupsi sebanyak 343 orang dan terbanyak kedua yakni dari anggota DPR/DPRD sebanyak 282 orang,” ucap Nurul Ghufron.
Dia pun menerangkan bahwa tindak pidana korupsi sudah menyebar hampir di seluruh kabupaten/kota di Indonesia, di mana hingga Juni 2021 tercatat sebanyak 155 kepala daerah yang terjerat kasus korupsi. Rinciannya, sambung dia, 22 gubernur dan 135 bupati/wali kota dan wakilnya.
Kasus korupsi terjadi di 25 provinsi dari 34 provinsi di Indonesia, bahkan di Jawa Timur tercatat sebanyak 85 kasus tindak pidana korupsi yang ditangani KPK.
“Hampir tidak tersisa daerah yang bebas korupsi, hampir tidak ada parpol yang bebas korupsi, dan hampir terjadi di semua lini pelayanan publik,” tuturnya.
Biaya Politik
Dalam sesi diskusi, Ketua LP2M Unej Prof Yuli Witono yang hadir secara daring menanyakan apakah politik biaya tinggi memicu tindak pidana korupsi di Indonesia.
Menanggapi pertanyaan tersebut, Ghufron membenarkan fakta bahwa politik biaya tinggi berkontribusi memunculkan tindak pidana korupsi karena kepala daerah yang terpilih berusaha mengembalikan modal saat mengikuti pemilihan kepala daerah.
“Laju penindakan korupsi tidak akan mampu membendung percepatan tumbuhnya korupsi jika orientasi hanya untuk mengejar jabatan, mengembalikan modal, dan menambah kekayaan pribadi,” katanya.
Pada kesempatan itu, Nurul Ghufron juga mewanti-wanti kepada keluarga besar Universitas Jember agar tetap mewaspadai potensi tindak pidana korupsi yang bisa muncul di mana saja, termasuk di dunia pendidikan. Dia lantas menyinggung data dari Indeks Perilaku Anti-Korupsi (IPAK) KPK tahun 2020 mendapati 80 persen orang tua siswa memberikan hadiah bagi guru setelah proses kenaikan kelas di sekolah. Begitu pula, pada saat mahasiswa ujian akhir, mahasiswa membawa konsumsi bagi dosen penguji.
“Itu kebiasaan yang jika dibiarkan bakal menjadi budaya gratifikasi yang tergolong korupsi walau mungkin niatnya untuk berterima kasih. Saat saya menjadi Dekan Fakultas Hukum Unej, kebiasaan itu saya larang,” ujarnya.
Beberapa hari sebelumnya, saat menyampaikan kuliah umum di Universitas Semarang (USM), Menko Polhukam Mahfud MD juga menyinggung bahwa perguruan tinggi menjadi terdakwa utama dalam menyumbang koruptor di Indonesia.
Mahfud menyebut 86 persen koruptor adalah lulusan perguruan tinggi. Hal itu ia sampaikan dalam kuliah umum di Universitas Semarang (USM), Rabu (20/10).
“Jika dilihat dari pelaku-pelaku korupsi dan kolusi, perguruan tinggi menjadi terdakwa utama di dalam kemelut yang menimpa bangsa ini. Terutama kemelut korupsi di Indonesia,” ujar Mahfud, Rabu (20/10).
Pada kicauannya di akun Twitter, Sabtu (23/10), Mahfud menyatakan harus hati-hati membaca maksud dari persentase tersebut.
“Harus hati-hati membaca angka 86%. Jumlah lulusan perguruan tinggi (PT) >17.000.000 orang; Jumlah koruptor sebanyak 1298 orang. 86% dari 1298 orang yang koruptor itu (atau 1.116 orang) adalah lulusan PT,” cuit Mahfud.(CnnIndonesia)